BAB I
KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal, dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya kulit dan kadang menimbulkan nyeri. Jenis konstipasi ini disebut sebagai konstipasi kolonik.
Kebanyakan individu sedikitnya melakukan defekasi sekali dalam sehari. Rentang normal, rentang normal, adalah tiga kali defekasi dalam sehari atau kurang dalam seminggu. Pada individu yang mengalami konstipasi, defekasi terjadi secara tidak teratur, disertai feses yang keras. Beberapa orang yang mengalami konstipasi kadang-kadang menghasilkan feses cair sebagai akibat dari iritasi yang disebabkan oleh massa feses yang keras dan kering dalam kolon. Feses ini mengandung banyak sekali mukus, yang disekresi oleh kelenjar dalam kolon dalam responsnya terhadap massa pengiritasi ini.
2. ETIOLOGI
Konstipasi dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipertensif, opioid, antasida, dengan aluminium; ganggauan rektal/anal (hemoroid, fisura); obstruksi (kanker usus); kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler (diabetes militus, parkinsonisme, sklerosis multipel); kondisi endokrin (hipotiroidisme, feokromositoma); keracunan timah; dan gangguan jaringan penyambung (skleroderma, lupus erimatosus). Konstipasi adalah masalah utama pada pasien yang menggunakan opioid untuk mengatasi nyeri kronis. Penyakit kolon yang biasanya dihubungkan dengan konstipasi adalah sindrom usus peka dan penyakit divertikuler.
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan, keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada emfisema. Banyak orang yang mengalami konstipasi karena mereka tidak menyempatkan diri untuk defekasi. Di Amerika Serikat, konstipasi jg tampak sebagai akibat kebiasaan diet (konsumsi rendah terhadam masukan serat dan kurangnya asupan cairan), kurang latihan teratur, dan stres.
Konstipasi dirasakan dapat jg menjadi masalah. Ini adalah masalah subjektif yang terjadi (Dougthy & Jackson, 1993), bila pola eliminasi usus seseorang tidak konsisten dengan apa yang dirasakan orang tersebut sebagai normal. Penggunaan laksatif kronis dihubungkan dengan masalah ini dan merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat, khususnya diantara populasi lansia.
Konstipasi dapat juga terjadi sebagai proses akut seperti apenditis. Laksatif yang diberikan pada situasi ini dapat menimbulkan perforasi dari apendiks yang terinflamasi. Secara umum, katartik tidak pada saat pasien mengalami demam, mual, atau nyeri semata-mata karena usus gagal untuk bergerak. Katartik tidak pernah boleh diberikan pada penyakit usus inflamasi.
3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini, berhubungan dari pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon:
1. transpor mukosa (sekresi mukosa memudahkan gerakan isi kolon),
2. aktivitas mioelektrik (pencampuran massa rektal dan kerja propulsif),
3. proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja: rangsangan refleks penyekat rektoanal. Relaksasi otot sfigter internal, relaksasi sfigter eksternal dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, memran mukosa rektal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal aini adalah untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbbulkan nyeri kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak reaponsif terhadap rangsang normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh penggunaan laksatif yang berlebihan.
4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis mencakup distensi abdomen, borborigimus (gemuruh usus), rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, dan eliminase volume feses sedikit, keras, dan kering.
5. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ditujukan pada penyebab dasar konstipase. Penatalaksanaan mencakup penghentian penyalahgunaan laksatif, menganjurkan memasukkan serat dalam diet dengan peningkatan asupan cairan, dan pembuatan program latihan rutin untuk memperkuat otot abdomen. Umpan balik biologis adalah teknik yang dapat digunakan untuk membantu pasien belajar merelaksasi mekanisme sfingter untuk mengeluarkan feses. Penambahan 6 sampai 12 sendok teh penuh sekam yang tidak diproses setiap hari kedalam diet sangat dianjurkan, khususnya untuk pengobatan konstipasi pada lansia. Konseling diet harus harus menganjurkan diet tinggi sisa untuk menimbulkan gerakan yang cepat pada kolon dan feses dalam jumlah banyak dan lembut.
Apabila penggunaan laksatif diperlukan, salah satu dari berikut ini dapat dilakukan: preparat pembentuk bulk, preparat salin dan osmotik, lubrikan, stimulan, atau pelunak feses. Kerja fisologis dan penyuluhan pasien yang dihubungkan dengan laksatif. Enema dan supositoria rektal secara umum tidak dianjurkan untuk konstipasi dan harus diberikan untuk pengobatan pada impaksi atau persiapan usus, untuk pembedahan atau prosedur diagnostik. Apabila penggunaan laksatif jangka panjang benar-benar diperlukan, preparat pembentuk-bulk diberikan dalam kombinasi dengan laksatif osmotik.
Terapi obat-obatan khusus dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi motorik intrinsik usus. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan preparat prokinetik seperti Cisaprinde dapat meningkatkan frekuensi defekasi.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi konstipasi mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta megakolon.
Peningkatan tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil glotis tertutup), mempunyai efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intratorakal
Imfaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
Hemoroid dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.
Megakolon adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dapat menimbulkan perforasi usus.
| |||||||||
| |||||||||
| ||||||
| ||||||
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
(ASKEP)
1. PENGKAJIAN
Apabila berbicara dengan pasien tentang kebiasaan defekasi mereka, penting untuk mengingat bahwa beberapa orang mungkin merasa malu untuk mendiskusikan fungsi tubuh pribadi ini. Sikap yang bijaksana dan menghargai biasanya leboh dapat diterima. Pertanyaan tentang hal pribadi dapat diajukan kemudian setelah laporan selesai dibuat.
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola eliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang eliminasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktivitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stres. Riwayat medis dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen di auskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area perineal diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama dapat mencakup yang berikut:
§ Nyeri dan bengkak pada are bedah.
§ Imobilisasi, penurunan aktivitas fisik.
§ Perubahan stimulasi saraf, ileus.
§ Stres emosi, kurang privasi
§ Perubahan/pembatasan masukan diet
Kemungkinan dibuktikan oleh: penurunan bising usus. Peningkatan lingkar abdomen. Keluhan abdomen/rektal penuh, mual. Nyeri abdomen. Perubahan dalam frekuensi, konsistensi, dan jumlah defekasi.
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi meliputi :
§ Hipertensi arterial
§ Imfaksi fekal
§ Penyakit anorektal (hemoroid, fisura anal)
§ Megakolon
3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
Tujuan utama mencakup perbaikan atau pemeliharaan pola reguler eliminasi usus normal, asupan cairan dan makanan tinggi serat yang adekuat, memahami metode untuk menghindari konstipasi, hilangnya ansietas tentang pola eliminasi usus, dan tidak adanya komplikasi.
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
v Kaji faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi (mis., jadwal defekasi yang tidak teratur, latihan yang tidak adekuat, efek samping pengobatan, ketidak seimbangan asupan makanan, stres)
v Kaji ulang rutinitas harian klien
v Anjurka klien untuk memasukkan defekasi kedalam rutinitas harian.
v Anjurkan klien untuk mencoba defekasi sekitar satu jam setelah makan dan upayakan untuk tetap berada di toilet selama waktu yang di perlikan.
v Berikan privasi dan suasana yang nyaman saat defekasi.
v Jadwalkan latihan fisik yang sedang namun sering (jika tidak terdapat kontraindikasi)
v Lakukan latihan rentang gerak sendi pada klien yang terbaring di tempat tidur.
v Miringkan dan ubah posisi klien di tempat tidur; tinggikan panggul.
v Tinjau ulang daftar makanan tinggi bulk (mis., padi-padian, sereal, buah-buahan dan sayuran segar, kacang-kacangan, dll)
v Diskusikan mengenai pilihan diet klien.
v Sertakan sekitar 800 g buah dan sayuran kedalam diet klien untuk mencapai defekasi normal setiap hari.
v Anjurka klien untuk mengonsumsi satu gelas air panas setengah jam sebelum sarapan guna membantu menstimulus defekasi.
v Bantu klien mengambil posisi semi-jongkok untuk memudahkan penggunaan otot abdomen dan menghasilkan efek gravitasi.
v Catat feses yang keluar (warna, konsistensi, jumlah)
v Beri tahu klien tentang obat-obat yang menyebabkan konstipasi (mis., antasida, bismut, penyekat saluran kalsium, klonidin, levodopa, zat besi, antiinflamasi nonsteroid, opiat, sukralfat).
v Jelaskan kerugian penggunaan laksatif atau pelunak feses secara berlebihan.
v Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
5. Evaluasi
Membuat pola reguler untuk defekasi
Mencakup waktu untuk defekasi sebagai bagian dari rutinitas harian
Berpartisipasi dalam program latihan reguler
Menghindari penyalahgunaan laksatif
Minum 2 sampai 3 liter air per hari
Memasukkan makanan tinggi serat dalam diet
Melaporkan feses yang berbentuk dan lunak setiap hari atau setiap 2 sampai 3 hari.
Mendemonstrasikan pemahaman tentang tindakan yang tepat untuk mencegah konstipasi
Mengidentifikasi tindakan yang meningkatkan defekasi
Menjelaskan pentingnya makan makanan tinggi serat dan cairan
Menyatakan kebutuhan untuk memperhatikan dengan segera dorongan untuk defekasi
Melakukan latihan pengerutan otot abdomen
Mengalami berkurangnya ansietas tentang fungsi usus
Mengidentifikasi tindakan yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan konstipasi
Menggali maslah dan pertanyaan tentang eliminasi usus normal
Mengubah gaya hidup untuk meningkatkan fungsi usus normal
Menghindari penggunaan laksatif kecuali diresepkan
Tidak mengalami komplikasi
Tidak ada tanda dan gejala kerusakan vaskuler dari hipertensi arterial yang berhubungan dengan manuver valsalva
Tidak ada imfaksi fekal
Tidak ada bukti fisura anal atau hemoroid
Tidak ada obstruksi usus yang berhubungan dengan megakolon.